Introspeksi Diri
INTROSPEKSI DIRI[1]
Hendaklah kita senantiasa bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla dan hendaklah kita khawatir dengan suatu hari dimana tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang lain selain amalannya. Kala itu amallah yang menjadi penentu kebahagian dan kesengsaran seseorang, jika dia beruntung maka kebahagiaan abadi akan menjadi miliknya sebaliknya jika merugi maka kesengsaraan tak terperikan akan menimpa.
Allah Azza wa Jalla telah mengutus rasulNya yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, sebagai pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, menyeru ke jalan Allah dan sebagai pelita penerang jalan. Allah Azza wa Jalla juga sudah menurunkan Al Qur’an kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai cahaya penerang, tidak ada kebaikan dan keutamaan yang tersisa kecuali telah ditunjukkan serta tidak ada keburukan yang terlupakan melainkan semuanya telah diperingatkan. Allah berfirman :
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab [Al An’am/6 : 38]
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri [An Nahl/16: 89]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu juga jelas. Dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (belum jelas) yang tidak diketahui (hukumnya) oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menghindari syubhat berarti dia telah membebaskan dirinya demi agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam masalah syubhat berarti dia (hampir) terjerumus dalam perkara haram. Ibarat seorang penggembala yang bergembala di sekitar daerah terlarang hampir saja dia bergembala pada daerah itu. Ingatlah masing-masing penguasa memiliki daerah terlarang dan daerah larangan Allah Azza wa Jalla adalah hal-hal yang diharamkan. Ingatlah sesungguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik; jika dia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad, ingatlah itulah hati.[2]
Dalam hadits lain : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan perkara-perkara fardhu, maka janganlah kalian sia-siakan ! dan telah membuat batas-batas, maka janganlah kalian langgar ! Allah telah mengharamkan beberapa hal, maka janganlah kalian langgar ! Dan Allah diam tentang hukum beberapa hal sebagai bentuk kasih sayang, maka janganlah kalian bertanya tentangnya.”
Jika kita sudah mengetahui hak-hak Allah Azza wa Jalla yang wajib kita tunaikan begitu juga hak-hak lainnya, maka wajiblah bagi kita untuk ekstra dalam menginterospeksi diri kita terus-menerus. Dengan harapan hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan. Orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla dan merasa takut pada adzabNya dalam semua perbuatan yang dia lakukan ataupun yang ditinggalkan, maka dia jarang sekali berbuat salah saat menunaikan kewajiban dan dia akan menahan diri dari hal-hal yang diharamkan serta berusaha menunaikan kewajibannya kepada orang lain. Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ ﴿٥٧﴾ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ ﴿٥٨﴾ وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ ﴿٥٩﴾ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُون ﴿٦٠﴾ أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. [Al Mukminun/23 :57-61]
Orang yang senantiasa menghadirkan Allah Azza wa Jalla dalam dirinya, mengintrospeksi diri dan menekan nafsu agar melaksanakan amalan-amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan meghindari dosa, maka hatinya akan baik serta baik pula hasil akhirnya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ﴿٤٠﴾فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya) [An Nazi’at/79 : 40-41]
Dia juga akan senantiasa bersabar dalam beribadah kepada Allah, sebagai wujud ketaatan kepada firman Allah Azza wa Jalla :
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah (bersabarlah) dalam beribadat kepada-Nya. [Maryam/19 : 65]
Dan firman Allah Azza wa Jalla :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa [Thaha/20 : 132]
Dan juga dalam rangka meniru para salafusshalih yang senantiasa menjaga ibadahnya kepada Allah Azza wa Jalla .
Orang yang senantiasa memuhasabah dirinya, dia akan memiliki banyak kebaikan dan sedikit keburukan. Dia akan datang menemui Rabbnya dalam keadaan ridha dan diridhai, dia akan dimasukkan ke surga bersama para nabi, shiddiqien, para syuhada’, orang-orang shalih dan mereka itulah sebaik-baik teman. Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, hendaklah kita memuhasabah (mengintrospeksi) diri dalam segala ucapan yang kita ucapkan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. [Qaaf/50 :18]
Hendaklah kita selalu memuhasabah diri kita dalam segala tindakan kita. Karena Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [Az –Zalzalah/99 : 7-8]
Dan hendaklah kita memuhasabah diri kita pada setiap niatan dan hal-hal yang berkecamuk dalam dada kita. Karena Allah berfirman :
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahi apa yang ada dalam hatimu, maka waspadalah [Al Baqarah/2 : 235]
Jika kita belum mengetahui hukum sesuatu, maka janganlah kita lancang, hendaklah kita bertanya kepada para ulama tentang hukumnya baru kemudian kita tindak lanjuti. Allah Azza wa Jalla mengingatkan:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui [An Nahl/16 : 43]
Jika setiap muslim saat mendapatkan sesuatu yang belum jelas hukumnya, lalu dia menanyakan kepada diri dan ternayata dia tetap tidak tahu, maka hendaklah dia meninggalkannya. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْبِرُّ مَااطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَ اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Kebaikan itu yaitu sesuatu disenangi jiwa dan hati sedangkan dosa yaitu sesuatu yang bergolak dalam jiwa, ragu-ragu serta engkau tidak suka dilihat oleh orang (saat melakukannya).
Yang dimaksud dengan kata nafsu (jiwa) dalam hadits diatas adalah jiwa yang muthmainnah. Jiwa yang cinta kepada yang dicintai Allah serta benci kepada yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala. jiwa yang percaya penuh kepada Allah dan bertawakkal kepadaNya dalam segala urusan.
Sedangkan hati yang dimaksudkan disini adalah hati yang selamat dari hal-hal syubhat dan syahwat. Inilah hati yang dapat mengidentifikasi kebaikan dan keburukan saat terjadi kesamaran. Adapun jiwa yang sakit, yang terinfeksi penyakit syubhat dan syahwat, maka tidak ada lagi perkara syubhat baginya. Dia tidak mencintai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla serta tidak membenci yang dibenci Allah Azza wa Jalla dan tidak ada lagi yang bisa membendung dia dari perbuatan haram. Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:”Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami”. [Ali Imran/3 : 7]
Memuhasabah diri serta berpegang teguh dengan sunnah merupakan jalan selamat. Adapun orang yang mengekor kepada hawa nafsunya dan melepaskannya tanpa kendali, maka sungguh buruk akibat yang akan menimpanya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ﴿٣٧﴾وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا﴿٣٨﴾فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). [An Nazi’at/79 : 37-39]
Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk senantiasa memuhasab diri kita.
Kondisi kaum muslimin saat ini menuntut kita untuk berpikir dan terus berpikir. Saat musuh-musuh Allah memporak-porandakan barisan kaum muslimin, pada saat yang sama mereka dalam susah dan sengsara. Kitapun sudah tahu faktor utamanya yaitu karena meninggalkan syari’at Allah. Maka, langkah pertama untuk memperbaiki kondisi kaum muslimin secara umum adalah dengan memperbaiki individu. Dengan cara senantiasa memuhasabah diri sebelum tiba saat dihisab oleh Allah Azza wa Jalla Yang Maha Adil. Hendaklah kita memuhasabah diri kita, kita bertanya kepada diri masing-masing; Amalan shalih apa yang telah kita perbuat untuk Islam ? sudahkah kita ini termasuk orang-orang yang senantiasa menghormati dan mengagungkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah kita ini termasuk orang-orang yang senantiasa menjauhi larangan-larangan serta hal yang mendatangkan murka Allah Azza wa Jalla ? mengenai mengagungkan syari’at Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. [Al Hajj/22: 30]
Kemudian juga, sudahkah kita termasuk orang-orang yang senantiasa mengagung sunnah dengan cara mengajarkannya serta mengikutinya? Apakah hak-hak kedua orang tua kita sudah kita tunaikan atau bagaimana? Adakah kita ini masuk kedalam golongan orang-orang yang senantiasa bertaubat? sudah kita senantiasa berusaha menambah ilmu kita dengan terus belajar dan belajar?
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kita untuk menjumpainya di akhirat dengan amal perbuatan, bukan hanya sekedar pengakuan yang hampa dari bukti. Allah Azza wa Jalla mewajibkan kita untuk bertaqarrub kepadaNya dengan ikhlas serta penuh ketundukan. Dan sesungguhnya akan memuliakan orang-orag yang memuliakanNya dan menghinakan orang yang menghinakanNya.
Sungguh introspeksi (muhasabah) diri yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam perbuatan yang kecil ataupun yag besar sambil terus berpegang dengan sunnah merupakan jalan selamat yang akan menghantarkan kepada keridhaan Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan [Al Hasyr/59 : 18]
Dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ
Barangsiapa yang merasa senang dengan kebaikannya serta merasa susah dengan keburukannya maka dia seorang mukmin.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang beriman yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari Khutbah jum’at yang disampaikan oleh Syaikh Ali Al Hudzaifi di Madinah pada tanggal 17 Dzulqa’dah tahun 1424H
[2] Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Nu’man bin Basyir
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3916-introspeksi-diri.html